MAKALAH MOLLUSCA “GURITA”
MOLLUSCA
“GURITA”
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Nilai Plagirism Checker sebagai syarat kelulusan Pelatihan ICT
2018
Oleh
RINA ROSMIATI
NIM. 1162060088
BANDUNG
2018 M/1440 H
DAFTAR ISI
1.1 Latar belakang
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan
3.1 Kesimpulan
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan
puji syukur kehadirat Allah Tuhan yang Maha Esa dan dengan rahmat serta
karunia-Nya, Saya dapat menyelesaikan makalah Zoologi Invertebrata yang berjudul “Gurita ”.
Shalawat
serta salam semoga terlimpahkan kepada Rasulloh Muhammad SAW, beserta
keluarganya ,sahabat-sahabatnya dan umatnya.
Makalah ini diajukan guna memenuhi
tugas individu pada mata kuliah Zoologi Vertebrata.Makalah ini masih jauh dari
sempurna, saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Harapan saya
semoga makalah ini bermanfaat bagi
semua pihak khususnya bagi saya dan
umumnya bagi pembaca.
Dalam
penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, bantuan dan saran
dari berbagai pihak sehingga tak lupa saya ucapkan terimakasih yang
setulus-tulusnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini.Tidak lupa, kata
terimakasih kepada ibu Dr.Sumiyati
Sa’adah,M.Si selaku dosen mata kuliah Zoologi Invertebrata yang telah membimbing saya dalam
pembelajaran ini. Dengan kerendahan hati, saya meminta maaf jika terdapat
kesalah faham dalam pemulisan atau penguraian makalah.
Akhirnya
kata semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan bahasa yang melimpah atas segala
sesuatu yang telah dipekerjakan dalam perbuatan makalah ini dan dapat dijadikan
acuan dalam proses pembelajaran kami aamiin.
. Bandung, 10 November 2018
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Perairan Indonesia mempunyai
konfigurasi yang amat kompleks yaitu mulai dari paparan yang dangkal, terumbu
karang, gunung, bawah laut hingga palung yang amat dalam. Dalam wujud fisik
yang dipaparkan telah terlihat betapa laut merupakan bagian yang sangat penting
bagi Indonesia, yang di dalamnya terkandung sumberdaya alam. Salah satu bagian
dari lautan yang menarik adalah daerah pantai. Daerah pantai atau daerah pasang
surut, dengan berbagai jenis biota baik yang berupa flora maupun fauna
merupakan bagian lautan yang mempunyai potensi cukup besar dalam penyediaan
bahan makanan bagi kehidupan manusia. Salah satu sumberdaya hayati laut yang
belum banyak diinformasikan adalah jenis-jenis gurita (Octopus sp). Dengan
teknik pengolahan yang baik, gurita merupakan makanan dari laut yang bernilai
sangat mahal.
Gurita (Octopus
sp) merupakan hewan yang hidup hampir di seluruh laut, dari laut tropis sampai
kutub utara dan selatan. Hewan ini sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia
terutama yang bermukim di pantai, tetapi belum begitu banyak masyarakat yang
memanfaatkannya. Masyarakat di Pulau Natuna sudah banyak memanfaatkan hewan ini
sebagai makanan. Di Jepang, Spanyol, Italia, Filipina dan di pesisir pantai
timur India, penduduknya sudah memanfaatkannya sebagai makanan.
Di Indonesia informasi tentang gurita
masih sangat langka, mungkin karena hewan ini kurang menarik untuk dilihat dan
sulit untuk mendapatkannya. Dalam tulisan ini penulis berusaha untuk
menyebarkan informasi tentang gurita kepada masyarakat sekitar, terutama kepada
para mahasiswa. Diharapkan informasi ini dapat digunakan sebagai acuan untuk
meningkatkan pendayagunaan sumberdaya gurita dari perairan Indonesia.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana
morfologi dan sistematika pada hewan gurita ?
2. Dimana
habitat dan bagaimana tingkah laku pada hewan gurita ?
3. Bagaimana
cara hewan gurita makan dan makanan apa saja !
4. Bagaimana
siklus hidup dan reproduksi pada hewan gurita ?
5. Apa
saja manfaat pada hewan gurita ?
1.3 Tujuan
1. Untuk
mengetahui bagaimana morfologi, sistematika, ciri-ciri dan klasifikasi pada
hewan gurita
2. Untuk
mengetahui habitat dimana hewan gurita ini hidup dan tingkah lakunya
3. Untuk
mengetahui cara hewan gurita mendapat makanan dan jenis makanannya
4. Untuk
mengetahui siklus hidup dan cara reproduksi pada hewan gurita
5.
Untuk mengetahui manfaat yang ada pada
hewan gurita
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Morfologi dan sistematika gurita (Octupus sp)
Gurita (Octopus spp.) termasuk kelas Cepahalopoda
(kepala berkaki) suku Octopodidae marga Octopus dari filum Moluska yang
merupakan marga yang paling terkenal di antara marga-marga dari kelas
Cephalopoda. Marga ini terdiri atas lebih kurang 150 jenis yang hidup hampir di
seluruh laut di dunia, dari laut tropis sampai kutub utara dan kutub selatan
(Lane, 1957).
Kerabat gurita (Octopus
sp) yang masih satu kelas dengannya yaitu, sotong (Sepia sp), cumi-cumi (Loligo
sp.) dan Nautilus (Nautilus pompilius) (Gambar 1).
Sepia dan Loligo tidak satu bangsa dengan gurita dan
nautilus. Moluska merupakan hewan laut yang memiliki sistem organ tubuh yang
sudah berkembang baik. Bangsa Octopoda umumnya memiliki delapan tangan yang
terbentuk simetris tanpa filamen atau tentakel. Menurut Grzimek (1974) bahwa,
bangsa Octopoda terdiri atas dua anak bangsa yaitu Cirrata yang mempunyai tiga
suku dan Incirrata mempunyai sembilan suku. Salah satu suku dari anak bangsa
Incirrata, adalah Octopodidae dan Octopus ialah salah satu marganya.
Penggolongan ini didasarkan karena tidak adanya papillae di lengan dari
jenis-jenis yang termasuk suku Octopodidae. Penempatan kelompok suku ini dalam
anak bangsa tersebut masih berubahubah dan para ahli ternyata belum sepakat dan
masih membutuhkan pembuktian lebih lanjut tentang kedudukannya.
Secara lengkap
klasifikasi dari gurita adalah :
Kingdom :
Aimalia
Filum :
Moluska
Kelas :
Cephalopoda
Ordo :
Octopoda
Family : Octopodidae
Genus :
Octupus
Spesies : Octupus sp
Gurita yang sering dijumpai mempunyai ukuran panjang
tubuh berkisar antara 1,5 cm sampai 3 meter. Biasanya hewan ini diukur mulai
dari bagian ujung lengan sampai bagian ujung belakang (posterior) dari tubuh
dan yang diambil sebagai ukuran panjang dari bagian tubuhnya adalah sisi yang
terpanjang. Jenis hewan yang berbadan kecil mempunyai ukuran panjang kurang
lebih satu sentimeter dan jenis yang terbesar dapat mencapai dua puluh meter
(20m).
Bagian tubuh gurita dapat dibagi menjadi lima bagian
yaitu : badan, mata, selaput renang, kantong penghisap dan tangan (Gambar 2).
Umumnya bentuk tubuh dari gurita agak bulat atau bulat pendek, tidak mempunyai
sirip. Pada tubuh bulat itu terdapat tonjolan-tonjolan seperti kutil. Bagian
utama dari tubuh gurita menyerupai gelembung dan diliputi oleh selubung,
kemudian mengecil membentuk semacam "leher" pada bagian pertemuan
dengan kepala. Bentuk kepala dari gurita ini sangat jelas dengan sepasang mata
yang sangat kompleks sehingga gurita mempunyai penglihatan yang sempurna dan
dikelilingi pada bagian depannya (anterior) oleh lengan-lengan.
Lengan gurita berjumlah delapan dan dilengkapi dengan
selaput renang (membran) yang terletak di celah-celah pangkal lengan. Pada
masing-masing lengan dijumpai dua baris kantung penghisap yang tersusun
memanjang mulai dari pangkal lengan sampai ke ujung lengan dan tidak memiliki
tepian yang menyerupai tanduk. Mulut terletak di bagian kepala yang dikelilingi
oleh lengan-lengan. Di bagian bawah dari tubuhnya terdapat lubang-lubang
seperti corong yang dinamakan siphon. Siphon ini berguna untuk mengeluarkan air
dari dalam tubuhnya.
Gambar 2. Morfologi Octopus sp. ; a. badan, b. mata,
c. selaput renang, d. kantong penghisap, e. lengan (Sumber Norman, 1992).
Pada
beberapa jenis, panjang lengan-lengan sama, tetapi pada jenis-jenis lain
beberapa lengan dapat memiliki panjang dua atau tiga kali dari panjang
lengan-lengan yang lain. Pada gurita cangkang terdapat di dalam tubuh, dan
merupakan tempat perlekatan otot-ototnya.
Keistimewaan gurita yang utama, yaitu dapat merubah warna tubuhnya dengan cepat bila ada musuh yang menyerangnya. Kulit dari gurita memiliki banyak khromatofor yang mengandung zat warna atau pigmen. Warna pigmen itu antara lain hitam, coklat, kuning dan sebagainya. Di bawah pengaruh syaraf dan hormonnya, dinding otot mampu merenggang atau berkontraksi untuk menyebarkan pigmen. Kelenjar tinta berada didalam perutnya dan menjadi salah satu alat untuk mempertahankan diri. Kelenjar ini dapat terbuka melalui bagian atap kepalanya. Gurita memiliki paruh yang menyerupai tanduk yang amat mirip dengan paruh pada burung kakatua, bedanya hanya rahang
bagian
bawah saja yang menutup rahang atas. Rahang tersebut digunakan untuk memotong
makanan dan mungkin sekali dalam beberapa bentuk digunakan untuk mempertahankan
diri.
2.2 Habitat dan Tingkah laku
Gurita banyak ditemukan di laut dan subtropik di
sekitar daerah Mediterania, daerah-daerah timur jauh dan Pasifik Selatan. Di
Indonesia diduga terdapat di perairan Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Banda.
Gurita dapat hidup di air dangkal dan juga terdapat pada batas pasang surut
sampai agak dalam dengan kedalaman 4000 meter sampai 5000 meter. Sebagian besar
berenang dan bergerak bersama-sama dalam kawanan yang besar. Sebenarnya gurita
bersifat bentik atau menempel dan biasanya membentuk suatu tempat perlindungan
di dalam celah-celah batu karang, batu-batuan, rumput laut yang terdapat di
perairan pantai. Tempat tinggal yang paling disukai adalah batu-batuan yang
berlubang (Barnes, 1967).
Mollusca pada umumnya hidup bebas, beberapa melekat
pada karang, cangkang ataupun kayu dan ada beberapa jenis juga yang membenamkan
diri didalam lumpur ataupun di dasar perariran lainnya (Wahyuningsi, 2002).
Gurita
aktif pada malam hari atau disebut hewan nocturnal Gurita bergerak dan berenang
dengan cara merangkak pada dasar perairan yang berbatu atau berpasir dengan
mempergunakan kedelapan lengannya yang disatukan pada pangkalnya oleh lembaran
kulit tipis yang kuat. Tingkah laku gurita yang utama dapat merubah warna
dengan cepat bila ada musuh yang akan menyerangnya. Selain gurita jika dalam
keadaaan ketakutan akan memancarkan air melalui siphon sehingga gurita tersebut
dapat bergerak maju atau lari. Beberapa gurita yang hidup di air yang dalam
mempunyai lengan yang berselaput seperti payung dan berenang seperti ubur-ubur.
Gurita tidak memiliki senjata untuk melawan musuhnya tetapi bila diserang
gurita akan melarikan diri dan menenggelamkan dirinya di sela-sela karang,
batu-batuan bahkan dalam pasir. Fauna laut ini juga mempergunakan alat
menghisap pada lengannya untuk menyentakkan dirinya sendiri dengan sangat
cekatan (Wells, 1962).
2.3 Makanan dan cara makan hewan gurita
Gurita termasuk karnivora yaitu pemakan binatang laut
lainnya, tetapi ada juga jenis gurita yang termasuk binatang kanibal yang tidak
segan-segan untuk melahap jenisnya sendiri termasuk anaknya. Mangsanya adalah
berbagai jenis ikan, udang, kepiting, kerang dan keong. Mangsa-mangsa tersebut
akan dimakan oleh gurita dengan cara membunuhnya lalu membawanya kedalam lubang
atau sebaliknya gurita menunggu dan mengintai mangsanya di depan lubang atau
tempat persembunyiannya. Ketika mangsa lewat di depannya dengan cepat gurita
tersebut menggerakkan lengan-lengannya yang berbintil isap untuk menangkap.
Setelah mangsanya tertangkap dengan rahangnya mangsa tersebut dibunuh dan
kemudian dimakannya. Jenis gurita lain Octopus vulgaris, mempunyai kelenjar
yang dapat membunuh mangsa atau musuhnya. Dalam keadaan terpaksa dan tidak ada
pilihan lain, gurita dapat bersifat kanibal, yaitu memangsa teman sejenis,
bahkan lengan sendiripun akan dilahapnya.
Semua Cephalopoda adalah karnivora, mempunyai
penglihatan yang tajam untuk mencari mangsa, dan menggunakan tangan atau
tentakelnya untuk menangkap mangsa. Octopus menunggu
mangsa di tempat persembunyiannya atau berburu mangsa di malam hari. Makananya
berupa siput, ikan dan terutama kepiting yang ditangkap dengan
tangan-tangannya kemudian dilumpuhkan memakai racun dari kelenjar ludahnya. Semua
Cephalopoda carnivora, mempunyai radula, tetapi yang penting adalah rahang
berbentuk paru yang kuat, berguna untuk mengunyak dan menggigit
mangsa. Mangsa terdiri atas ikan dan berbagai avertebrata,
tergantung besarnya masing-masing jenis. Loligo mundur dengan
cepat pada kawasan ikan tuna muda, menangkap seekor ikan dengan cepat,
menggigit sepotong daging membentuk segitiga pada bagian leher (merusak benang
saraf). Uniknya gigitan itu selalu pada tempat yang
sama. Octopus menunggu
mangsa di dekat sarangnya (lubang atau cela batu). Makanan Octopus dan Loligo adalah siput, kepiting atau
ikan yang lewat, ditarik dan ditangkap dan di bawa kesarangnya (Suwignyo,
2005).
2.4 Siklus hidup dan Reproduksi
Reproduksi
Cephalopoda umumnya dioecious, gonad terletak di ujung posterior dan selalu
terjadi perkawinan, sperma yang dihasilkan oleh testis di alirkan ke seminal
viccle, dikumpulkan dan dibungkus dalam semacam kapsul yang disebut
spermathopora. Kemudian spermathopora disimpan dalam kantung penyimpanan yang
besar, yaitu kantung needham yang mempunyai bukaan dirongga mantel sebelah
kiri. Telur dibungkus dengan albumin, kemudian dilapisi zat semacam agar yang
mengeras apabila terkena air laut. Ocviduct bermuara di rongga mantel, salah
satu tangan coleoid bermodifikasi untuk memindahkan spermathopora dari kantung
needham ke dinding rongga mantel betina dekat oviduct (Aslan, 2011).
Gurita merupakan hewan yang unik dan mempunyai jenis kelamin yang terpisah, dalam arti ada hewan jantan dan hewan betina serta tidak pernah berganti kelamin sepanjang kehidupannya. Pada sebagian besar binatang ini bentuk jantan dan betinanya agak serupa kecuali pada marga Argonauta yang menunjukkan adanya dimorfisme seksual yang amat jelas, yaitu jantan mempunyai ukuran yang agak kecil. Perbedaan antara jantan dan betina pada gurita dapat diketahui dengan melihat lengan-lengannya. Pada yang jantan ditemukan adanya hektokotil, yaitu organ seksual yang terbentuk sebagai hasil modifikasi dari lengan ketiga atau keempat bagian sebelah kanan yang berubah menjadi alat kopulasi yang disebut hektokotil (Gambar 3). Hektokotil sendiri berfungsi sebagai alat memindahkan sperma ke rongga selubung yang betina.
Alat reproduksi pada yang jantan merupakan suatu
saluran kompleks yang terlibat dalam proses pembuatan spermatopora yang juga
kompleks. Testis (gonad jantan) merupakan suatu massa yang padat, tersusun dari
tabung-tabung kecil yang terdapat dalam suatu kapsul dan terletak di bagian
belakang rongga tubuh. Sperma dikemas dalam tabungtabung kecil (khitin)
tersebut yang dinamakan spermatofor yang besarnya antara 10-15 mm. Dalam satu
hari seekor gurita dapat memproduksi ± selusin spermatofor. Keluarnya sperma
dari spermatofor dapat disebabkan oleh longgarnya penutup pada saat spermatofor
ditarik dari tabung khitin atau oleh hisapan air.
Gambar
3. Hektokotil dari Octupus sp : a. O. exannulatus sp. b. O. polyzenia sp. c. O. graptus sp. d. O.
aspilosomatis sp. e. O. alpheus sp.
(sumber: Norman, 1992).
Alat reproduksi pada hewan betina relatif sederhana.
Alat ini terdiri atas ovarium yang terletak di rongga tubuh bagian belakang.
Dari ovarium muncul saluran telur atau oviduct yang mempunyai kelenjar yang
menghasilkan albumen untuk melapisi telur-telurnya. Saluran telur bermuara ke
dalam rongga rektrum bagian kin. Telur dilapisi oleh bahan gelatin yang
dikeluarkan oleh kelenjar-kelenjar nidamental, yaitu sepasang kelenjar besar
dan pipih berbentuk bulat telur. Lapisan gelatin ini akan mengeras pada saat bersentuhan
dengan air laut dan akan menggabungkan telur-telur tersebut sehingga berbentuk
suatu gumpalan atau onggokan. Pada bangsa Octopoda membran-membran telur ini
semuanya dihasilkan didalam saluran telur.
Ketika melakukan kopulasi, hektokotil yang telah
berisi sperma disusupkan kedalam rongga mantel betina. Di dalam rongga ini
sperma akan membuahi telur-telur tersebut. Setelah terjadi pembuahan,
hektokotil akan terputus dari lengan-lengan yang jantan dan menempel pada
rongga selubung yang betina.
Aktivitas sexual dari bangsa Octopoda kadang-kadang
didahului oleh penampilan birahi dari sang jantan. Pada hampir semua jenis
bangsa Octopoda, sperma disalurkan dari binatang jantan ke dalam rongga
selubung yang betina dengan menggunakan hektokotil (Gambar 4).
Gambar
4. Proses perkelaminan pada Octupus sp.
(sumber: Wells, 1962).
Gurita jantan menyentuh yang betina dengan ujung
hektokotilnya dan kemudian memasukkan ujung hektokotil ke dalam rongga selubung
yang betina Selama kopulasi berlangsung hektokotil akan menarik sejumlah
spermatofor dari tabung kithin dan memindahkannya ke dalam rongga selubung yang
betina. Hektokotil kemudian lepas dan tinggal di rongga selubung betina untuk
beberapa waktu. Spermatofor akan masuk kedalam lubang genital (gonofora) betina
karena didorong oleh gerakan kontraksi yang seperti ombak. Proses pembuahan
pada gurita terjadi di dalam tubuh, proses ini berlangsung selama kurang lebih
satu jam.
Telur-telur yang telah dibuahi (Gambar 5) akan
dikeluarkan satu persatu di dalam kapsul-kapsul gelatin dan diletakkan atau
ditempelkan pada karang, batu-batuan, rumput laut dan benda-benda lainnya,
secara berkelompok dalam satu gumpalan atau untaian (tandon). Jumlah telur
sekitar 100 butir dengan ukuran berkisar antara 0,8 - 20 mm.
Umumnya setelah 6 minggu atau lebih telur-telur
tersebut akan menetas. Sebelum menetas telur-telur ini dierami dan selama masa
pengeraman induk gurita akan mengalirkan air ke tumpukan telur-telurnya atau
membersihkannya dengan ujung-ujung lengan. Selama melakukan tugas pengeraman,
gurita betina berpuasa penuh. Diduga tidak lama setelah telur-telur yang
dieraminya menetas, induk gurita akan mati.
Fase
metamorfosa tidak dikenal dikelas Cephalopoda, dengan kata lain hewan yang baru
menetas dari telur mirip dengan induknya. Setelah menetas anak gurita dapat
menempati habitat yang berbeda dengan induknya.
Gambar
5. Telur dari Octupus sp (sumber:
Norman, 1992).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Filum Mollusca dibagi 8
kelas, yaitu Chaetodermomorpha, Neomeniomorpha, Monoplacophora, Polyplacophora,
Gastropoda, Pelecypoda/Bivalvia, Scaphopoda dan Cephalopoda. Mollusca yang
tidak memiliki cangkok, seperti cumi-cumi, sotong, gurita atau siput telanjang.
Mollusca memiliki struktur berotot yang disebut kaki yang bentuk dan fungsinya
berbeda untuk setiap kelasnya. Cangkok kerang ini terdiri dari dua belahan,
sedangkan cangkok siput berbentuk seperti kerucut yang melingkar.
Gurita memang sudah lama
dikenal sebagai makanan dari laut, tetapi belum memasyarakat seperti hewan
kerabatnya antara lain cumi-cumi dan sotong. Beberapa penelitian ilmiah
membuktikan bahwa Cephalopoda merupakan hewan laut yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan makanan yang bergizi karena mengandung protein dengan kadar yang
lebih tinggi, dibandingkan dengan zat-zat lain yang terdapat didalam hewan
tersebut. Selain itu daging Cephalopoda juga mengandung lemak, kalsium, fosfor
dan zat organik lain. Di beberapa negara seperti Jepang, Spanyol, Italia dan
Filipina, gurita telah benar-benar dikenal sebagai makanan, walaupun belum
dikenal secara luas. Penduduk Indonesia yang bermukim di sekitar pantai yang
mayoritas nelayan telah memanfaatkan gurita sebagai bahan pangan. Penangkapan
gurita dilakukan pada saat air laut surut rendah dengan cara mengais di rataan
terumbu yang nyaris tanpa air. Selain dikonsumsi sendiri sebagian dari hasilnya
dijual di pasar lokal dalam keadaan masih segar, dikeringkan ataupun telah
diasap Sehingga dapat menambah pendapatan nelayan atau penduduk sekitar pantai
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Aslan,
M, L,. 2011. Penuntun Praktikum
Avertebrata Air. Kendari: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Universitas Haluoleo.
Lane, F. 1957. Kingdom of
The Octupus. Jarrolds
Publ. Ltd. London: 287.
Roper,
C.F.E., M.J. Sweeney and C.E. Naven 1984. Cephalopods of the world. Annotated
and illustrated catalogue of species of interest to fisheries. FAO species
catalogue (125) vol. 3. Hal : 277.
Norman,
M.D. 1992. Four new Octopus species of the Octopus macropus group (Cephalopoda :
Octopodidae) from the Great Barrier Reef, Australia. In memoris of the Museum
of Victoria 53 (2) hal : 267-308.
Barnes, R.D. 1967.
Invertebrate Zoology W.B. Saunders. Co, London : 632.
Wahyuningsi,
S., 2002. Studi Habitat dan Kelimpahan
Telescopium-telescopium pada Daerah Mangrove Di Pantai Utara Teluk Dalam Lasolo
Kecamatan Lasolo Kabupaten kendari. Skripsi Program Studi Manejemen
Sumber Daya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas
Haluoleo. Kendari.
Wells,
M.J, 1962. Brain and Behavior in Cephalopoda, Stanford University Press,
Stanford, California : 198.
Suwignyo, S. 2005. Avertebrata Air. Bogor: Lembaga Sumber
Daya Informasi IPB.
Komentar
Posting Komentar